Minggu, 19 April 2015

PERPAJAKAN



MENDESKRIPSIKAN KETENTUAN  PERPAJAKAN

DASAR –DASAR PERPAJAKAN
           
A.                Arti Pajak
Pemahaman  akan pengertian  pajak  merupakan hal yang  penting untuk dapat memahami  mengapa seseorang harus membayar pajak  dari   pemahaman  inilah diharapkan  muncul  kesadaran akan pentingnya pembayaran pajak terhadap kelangsungan hidup sebuah negara.
Pajak merupakan salah satu  sumber pembiayaan bagi negara dalam menjalankan pemerintahan. Pemungutan pajak sudah sejak lama  ada, dari adanya upeti wajib kepada penguasa berupa hasil tanam pada masa  kerajaan, masa  penjajahan hingga sekarang dengan polanya masing-masing. Pemungutan pajak yang semula berdasarkan aturan penguasa atau raja tanpa melibatkan pembayar pajak kini berubah dengan melibatkan pembayar pajak  melalui aturan yang dibuat  antara penyelenggara pemerintah dengan rakyat melalui perwakilannya.
Pengertian        pajak     menurut   Prof .Dr. Rochmat Soemitro.SH             dalam bukunya
“Dasar-dasar hukum pajak dan pajak pendapatan” (1990;5)
            “ Pajak  adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan dapat digunakan untuk membayar  pengeluaran umum.”
Sedangkan menurut Prof.Dr.PJA.Andriani bahwa “ Pajak adalah iuran kepada Negara, yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa  unsur-unsur yang melekat pada pengertian pajak yaitu;
1.      Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2.      Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini  berarti pelanggaran atas aturan  perpajakan akan berakibat adanya sanksi
3.      Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual secara langsung oleh pemerintah
4.      Pajak dipungut oleh  Negara  baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak tidak  boleh dilakukan oleh pihak swasta yang orientasinya adalah keuntungan.
5.      Pajak dipungut  bagi  pengeluaran - pengeluaran  pemerintah, yang bila dari pemasukannnya masih terdapat surplus, diperlukan untuk membiayai publilc investment

B.                 Fungsi Pajak
            Pajak memiliki 2 macam fungsi yaitu;
a.   Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Penerimaan dari sektor pajak makin meningkat dari tahun ketahun baik secara nominal maupun prosentase keseluruhan terhadap penerimaan negara. Hal ini berarti penerimaan dari sektor pajak makin lama makin penting dan utama bagi penerimaan negara.
 
b.   Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur / melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan –tujuan tertentu diluar bidang keuangan
Contoh;  Penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah:
1.      Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang  mewah. Pajak penjualan atas barang mewah (PPn-BM) dikenakan pada saat terjadinya transaksi jual beli barng mewah.
2.      Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi yang tinggi pula

C.         Asas – Asas Pemungutan Pajak
Dalam pemungutan pajak pemerintah harus memiliki landasan serta dasar hukum yang kuat agar pemungutan tersebut dapat diterima oleh rakyat dan tidak menimbulkan gejolak sosial.

Menurut Prof.Dr.Andriani pemungutan pajak harus berdasarkan asas-asas sebagai berikut:
1.         Asas Falsafah Hukum
Dalam falsafah hukum ini berarti berlaku asas keadilan bagi pemungutan pajak. Asas keadilan dapat diterapkan dalam pemungutan pajak yang ditujukan kepada orang / badan yang memiliki penghasilan saja. Perkembangan penerapan keadilan dalam pemungutan pajak sebagai berikut:
a.  Teori Asuransi
Adalah termasuk dalam tugas negara untuk melindungi rakyat dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa dan juga harta bendanya seperti halnya dalam perjanjian asuransi untuk melindungi orang dan kepentingan tersebut diperlukan pembayaran premi.
Dalam hubungan negara dengan rakyatnya, pajak inilah yang dianggap sebagai preminya yang sewaktu-waktu harus dibayar masing-masing. Meskipun teori ini hanya sekedar untuk memberi dasar hukum kepada pemungut pajak, namun beberapa ahli menentangnya. Mereka berpendapat bahwa perbandingan antara pajak dan perusahaan asuransi tidaklah tepat karena dalam hal timbul kerugian tidak ada penggantian secara langsung dari negara. Antara pembayaran jumlah pajak dengan jasa yang diberikan oleh negara tidaklah terdapat hubungan langsung.
b.  Teori Kepentingan
Teori kepentingan diartikan bahwa negara yang melindungi kepentingan harta dan jiwa warga negara dengan memperhatikan pembagian beban yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini didasarkan pada kepentingan setiap orang termasuk pelindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena itu perlindungan negara untuk melindunginya dibebankan pada masyarakat. Warga negara yang memiliki harta lebih banyak akan membayar pajak yang lebih besar dan sebaliknya yang lebih memiliki harta lebih sedikit membayar pajak lebih kecil untuk melindungi kepentingannya.
c.  Teori Gaya Pikul
Teori ini berpangkal dari asas keadilan yaitu bahwa tiap orang dikenakan pajak dengan bobot yang sama. Pajak yang harus dibayar adalah menurut biaya pikul dengan ukuran besarnya penghasilan dan pengeluaran.
Dalam pajak penghasilan kita mengenal PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Bila seseorang mempunyai penghasilan dibawah PTKP berarti gaya pikulnya tidak ada sehingga ia tidak harus membayar pajak. Teori ini lebih menekankan unsur kemampuan seseorang dan rasa keadilan.
d.  Teori Bakti
Teori ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini   mendasarkan bahwa negara mempunyai hak mutlak dalam memungut pajak. Di lain pihak masyarakat menyadari bahwa menbayar pajak itu sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara karena negaralah yang bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya dengan demikian dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara.
e.  Teori Gaya Beli
Menurut teori ini mendasarkan pada penyenggaraan kepentingan masyarakat yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak. Beban kepentingan individu atau negara sehingga pajak lebih menitikberatkan pada fungsi mengatur.
2.            Asas Yuridis
Aspek hukum sangat penting dalam penyelengaraan kenegaraan.didalam melakukan kegiatan pemungutan pajak maka negara harus berdasarkan  peraturan yang  berlaku. Pemungutan pajak harus disetujui oleh rakyat itu sendiri dan setiap pemungutan pajak harus dilakukan dengan dasar hukum yang jelas.
            3.      Asas Ekonomis
Pemungutan pajak oleh negara harus memperhatikan aspek ekonomi yang ditimbulkan akibat pemungutan pajak  tersebut. Pemungutan pajak jangan sampai mengakibatkan menghambat kegiatan produksi, distribusi dan pemasaran. Pemungutan pajak juga harus berdasarkan pada kepentingan umum (public service) Artinya barang-barang yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat luas jangan sampai dikenakan pajak. Misalnya beras,garam,PAM dsb.
4.      Asas Finansial
 Pemungutan pajak harus memperhatikan cost and benefit ( biaya dan manfaat ) yaitu biaya yang dikeluarkan harus seimbang dengan pendapatan pajak yang dihasilkan

D.           Jenis Pajak
Secara umum pajak yang diberlakukan di Indonesia dikelompokkan menjadi 3 sebagai    berikut;
a.         Menurut golongannya
1.   Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. Contoh; Pajak Penghasilan.
2.    Pajak tidak langsung adalah pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
  Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa.
       Contoh; Pajak Pertambahan Nilai.
            b.     Menurut Sifatnya
1.  Pajak Subyektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subyeknya.    
Contoh; Pajak Penghasilan.
2.        Pajak Obyektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada obyeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak tanpa memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak maupun tempat tinggal.
  Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan  Bangunan.
            c.         Menurut Lembaga Pemungutannya
1.   Pajak Negara ( Pajak Pusat) adalah pajak  yang dipungut oleh pemerintah pusat dan  digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya.
Contoh ; Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan  atas  Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.
2.   Pajak Daerah  yaitu pajak yang dipungut oleh Pemda tingkat I maupun   tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          
Contoh: Pajak Dati I  Provinsi: Pajak kenderaan bermotor, Bea Balik Nama     Kenderaan   Bermotor, Bea Balik Nama  Tanah dsb.
Contoh; Pajak  Dati II ( Kabupaten atau Kotamadya) : Pajak penerangan jalan, pajak reklame dll.

E.           Cara  Pemungutan Pajak
        Dalam  cara pemungutan pajak  terdiri  atas  3  yaitu;
  1.    Asas  Domisili (asas  tempat tinggal)
Asas ini  menyatakan bahwa Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun penghasilan yang berasal dari luar negeri
  2.    Asas  Sumber
Asas ini menyatakan bahwa Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal setiap orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan atas penghasilan yang diperolehnya tadi.
  3.    Asas  Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Misalnya:  pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan yang bertempat tinggal di Indonesia.

F.           Sistem Pemungutan  Pajak
Dalam pemungutan pajak dikenal 3 sistem pemungutan pajak yaitu;
  1.   Official Assessment System
         Suatu system pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang  terhutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam system ini inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan.
  2.  Self  Assessment  System
         Suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terhutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan UU  perpajakan yang berlaku.  Dalam  system ini  inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan  pemungutan pajak berada ditangan wajib pajak.
3.             With Holding System
          Suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada  pihak ke  3 yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan  UU perpajakan yang berlaku.

G.       Berakhirnya Hutang Pajak
         Utang  pajak akan berakhirnya /hapus jika terjadi  hal-hal sbb;
a.          Pembayaran
b.         Dapat dilakukan dengan pemotongan/pemungutan  oleh pihak lain,  pengkreditan  pajak luar negeri,  maupun pembayaran sendiri oleh wajib pajak maupun   pembayaran sendiri oleh wajib pajak kekantor penerima pajak.                               
c.          Kompensasi
        Terjadi apabila wajib pajak mengalami kerugian dan mengalami   kelebihan       pembayaran pajak.
d.         Daluwarsa
        Berarti telah lewat batas waktu tertentu. Dalam UU No. 17/2000        Utang pajak akan daluwarsa setelah melewati waktu  10 tahun   terhitung    sejak saat    terhutang pajak.
e.          Pembebasan / Penghapusan
        Kewajiban pajak oleh wajib pajak tertentu dinyatakan hapus oleh fiskus  karena setelah diadakan penyidikan dipandang perlu bahwa wajib pajak  tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya. Hal ini biasanya terjadi karena wajib pajak mengalami kebangkrutan maupun mengalami kesulitan likuiditas.

H.          Tarif  Pajak
Tarif pajak adalah sejumlah angka yang biasanya dalam  prosentase atau jumlah tertentu yang menjadi dasar pemungutan pajak dan pengenaan pajak.

Tarif pajak terdiri atas ;
1.         Tarif Nominal
Yaitu tarif yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang dikeluarkan oleh pembuat peraturan perpajakan. Misalnya untuk PPN tarif adalah 10%
2.         Tarif Efektif
        Yaitu tarif yang sesungguhnya dibayar oleh wajib pajak. Dimana tarif  dikalikan dengan dasar pengenaan pajak

Macam-macam tarif pajak
1.      Tarif Tetap
Adalah tarif berupa jumlah / angka yang tetap, berapapun besarnya  dasar pengenaan    pajak
         Contoh ;
         Dasar Pengenaan  Pajak                Tarif  Pajak
         Rp.  1.000.000                                Rp.  6.000
          Rp.  2.000.000                                Rp.  6.000
         Rp. 50.000.000                               Rp.  6.000
Tarif  tetap diterapkan pada bea materai. Pembayaran dengan    menggunakan  cek / bilyet giro untuk berapapun jumlahnya dikenakan pajak  Rp. 6.000.


 2.     Tarif  Proporsional  (sebanding)
Tarif berupa prosentase  tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapapun dasar pengenaan   pajaknya. Semakin besar dasar pengenaan pajak  maka semakin  besar pula jumlah pajak yang terhutang  dengan kenaikan yang proporsional atau sebanding.
Contoh :
         Dasar Pengenaan Pajak             Tarif Pajak                              
            Rp 1.000.000                              10%
            Rp 2.000.000                              10%
           Rp 5.750.000                              10%
           Tarif Proposional ditetapkan pada PPN (10%) dan PPh Pasal 26 (20%)

 3.       Tarif Progresif (meningkat)
     Tarif Progresif adalah tarif berupa prosentase tertentu yang semakin  meningkat     dengan semakin meningkatnya, dasar pengenaan pajak.
            Dasar Pengenaan Pajak                                           Tarif Pajak
            s/d Rp. 50.000.000                                                      5%
            Rp.   50.000.000 s/d Rp.  250.000.000                      15%
   Rp.   250.000.000 s/d Rp.500.000.000                       25%
            Diatas 500.000.000                                                     30%

         Dan  Tarif untuk wajib pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap yaitu
         25% X 50%  Jika peredaran usaha < dari 4,8 Miyard
         25%  jika persedaran usaha > 4,8 Milyard
        
 4.       Tarif Degresif (menurun).
   Tarif Degresif atau menurun adalah tarif berupa presentase tertentu yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.
           Contoh :
           Dasar pengenaan pajak                                 Tarif Pajak          
Rp50.000.000                                                   30%
Rp100.000.000                                                 20%
Rp200.000.000                                                 10%


 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku didalamnya  tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hubungan warga negara dan menempatkan kewajiban pajak sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
1.                  Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.                  Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan  termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu.
3.                  Badan adalah  sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer( CV), perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi politik atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
4.                  Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang kegiatan atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud di luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar pabean
5.                  Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada butir 3 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai ( UU PPN) Tahun 1984 dan perubahannya.
6.                  Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7.                  Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, meyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini. Masa pajak sama dengan  satu bulan kalender atau jangka waktu  lain yang diatur dengan peraturan   Menteri Keuangan paling lama tiga bulan kalender.
8.                  Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender , kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender
9.                  Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu satu tahun pajak 
10.              Pajak Yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.
11.              Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, obyek pajak dan/atau bukan obyek pajak, dan/atau harta dan kewajiban menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.
12.              Surat Pemberitahuan (SPT) Masa adalah SPT untuk masa pajak
13.              Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan adalah SPT untuk satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
14.              Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atas penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara  melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
15.              Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang terdiri atas surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak lebih bayar, atau surat ketetapan pajak nihil.
16.              Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
17.              Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18.              Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
19.              Surat Ketetapan Pajak Nihil  (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
20.              Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21.              Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22.              Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
23.              Kredit Pajak untuk Pajak penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak terutang.
24.              Pekerjaan Bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
25.              Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk menghimpun dan  mengolah data , keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secra obyektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksanaan   untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.
26.              Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.
27.              Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
28.              Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
29.              Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan  terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak.
30.              Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Pajak Penghasilan
I.       Pajak Penghasilan        
  1. Definisi
Penghasilan  yang dimaksud dalam perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh wajib pajak, baik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia  yang dapat dipakai sebagai konsumsi untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.
Pajak penghasilan adalah  pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.

  1. Dasar Hukum
Peraturan  perundang-undangan yang mengatur pajak penghasilan di Indonesia adalah UU no.7 tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan UU No.7 tahun 1991, UU No.10 tahun 1994 dan UU No. 17 tahun 2000  serta terakhir UU No. 38 Tahun 2008

  1. Subyek PPh  Dan  Pengecualiannya
Subyek  pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan PPh. Jika  subyek pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara obyektif maupun subyektif maka disebut wajib pajak.
            Wajib Pajak adalah orang pribadi atau  badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut dan pemotong pajak tertentu.
            Yang  menjadi Subyek pajak adalah :
1.      Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi  sebagai satu kesatuan menggantikan berhak;
a.       Orang pribadi  adalah  sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
b.      Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak adalah ahli waris. Penunjukan warisan yang belum dibagi sebagi subyek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
2.      Badan
Yaitu sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas(PT), Perseroan Komanditer (CV), Perseroan lainnya, BUMN /D dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi. koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
3.      Bentuk Usaha Tetap
Yaitu bentuk usaha yang dipergunakan olehorang  pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi  yang  berada  Indonesia  tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan  badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia,  yang berupa :
·         tempat kedudukan management
·         cabang perusahaan;
·         kantor perwakilan;
·         gedung kantor;
·         pabrik;
·         bengkel;
·         gudang;
·         ruang untuk promosi dan penjualan;
·         pertambangan dan penggalian sumber alam;
·         wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
·         perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
·         proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
·         pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dari jangka waktu 12 bulan;
·         orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
·         agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi dan menanggung resiko di Indonesia;
·         computer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik unutk menjalankan kegiatan usaha melalui internet


Subyek pajak terdiri atas dua yaitu ;
1.      Subyek pajak dalam negeri
·      Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajakdan  mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
·      Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu  dari badan pemerintahyang memenui criteria:
1.   Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2.   Pembiayaan bersumber dari APBN dan APBD
3.   Penerimaanya dimasukan dalam anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah
4.   Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara; dan
·      Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2.      Subyek pajak  luar negeri
·      Orang pribadi   yang tidak  bertempat tinggal di Indonesia , orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didrikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
·      Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia  tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia  tidakdari  menjalankan usaha  atau melakukan kegiatan melalui  bentuk usaha tetap di Indonesia.

Perbedaan subyek pajak dalam negeri dengan luar negeri
·         Subyek pajak dalam negeri dikenakan atas penghasilan yang diterima dari  Indonesia dan luar Indonesia (asas domisili), sedangkan  subyek pajak luar negeri dikenakan atas pajak atas penghasilan dari Indonesia saja ( asas sumber)
·         Subyek pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan netto kecuali untuk penghasilan tertentu, sedangkan subyek pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto.
·         Subyek pajak dalam negeri menghitung besarnya pajak  penghasilan     terutang  menggunakan tarif umum (tarif pasal 17 UU PPh) atau tarif khusus untuk jenis penghasilan tertentu , sedangkan subyek pajak luar negeri     menggunakan tarif sepadan yaitu  20% (PPh pasal 26).
·         Subyek pajak dalam negeri wajib menyampaikan SPT tahunan pajak penghasilan  sebagai     sarana  untuk menetapkan pajak terutang dalamsuatu tahun pajak, sedang subyek pajak luar negeri     tidak wajib menyampaikan SPT tahunan pajak penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi     melalui pemotongan pajak yang bersifat final
     
Pengecualian Subyek pajak
Yang tidak termasuk subyek pajak penghasilan adalah ;
1.      Kantor perwakilan Negara asing;
2.      Pejabat-pejabat perwakilan diplomat, konsulat atau pejabat-pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima peghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta Negara  yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
3.      Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
·      Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
·      Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4.   Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri  Keuangan dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

4.      Obyek   Pajak Penghasilan Dan Pengecualiannya
Obyek Pajak Penghasilan  adalah penghasilan     .
Penghasilan  yang dimaksud  dalam perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indoensia  yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama bentuk apapun
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, maka penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
1.      Penghasilan  dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas  seperti; gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara dan lain sebagainya.
2.      Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
3.      Penghasilan dari modal, atau penggunaan harta seperti bunga, dividen, royalty, sewa, keuntungan penjualan harta  atau hak yang tidak dipergunakan untuk  usaha dan lain sebagainya.
4.      Penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang dan  hadiah.

Yang termasuk obyek pajak penghasilan adalah :
1.      Penggantian  atau imbalan yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa  yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini;
2.      Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
3.      Laba  Usaha;
4.      Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk:
a.       Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya  sebgai pengganti saham atau penyertaan modal;
b.      Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan  dan badan lainnya;
c.       Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, reorganisasi dengan nama dan bentuk apapun;
d.      Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan , badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuanya diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan  diantara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e.       Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
5.      Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
6.      Bunga termasuk premium,diskonto dan imbalan  karena jaminan pengembalian utang.
7.      Dividen,dengan nama dan dalam bentuk apapun  termasuk dividen dari perusahaan asuransi ke pegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8.      Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
Terbagi atas 3 sehubungan dengan penggunaannya yaitu;
·      Hak atas harta tidak berwujud  ( hak pengarang, patent, merek,dagang dan sebagainya
·      Hak atas harta berwujud ( hak atas alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan)
·         Informasi yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, misalnya pengalaman dibidang industri dan sebagainya.
9.      Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10.  Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
Misalnya tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.
11.  Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerinta;.
12.  Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
13.  Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14.  Premi asurasi;
15.  Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16.  Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17.  Penghasilan dari  usaha yang berbasis syariah;
18.  Imbalan bunga sebagaimana yang dimaksud  dalam Undang-undang  yang mengatur mengenai  ketentuan umum dan tata cara perpajakan;
19.  Surplus Bank Indonesia

Penghasilan  yang dapat dikenai pajak bersifat final :
1.      Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara,  dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi  kepada anggota koperasi orang pribadi;
2.      Penghasilan  berupa hadiah undian;
3.      Penghasilan dari transaksi saham  dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang diperdagangkan dibursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan  penyertaan modal  pada perusahaan  pasangannya diterima oleh perusahaan  modal ventura;
4.      Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan / atau bangunan; dan
5.      Penghasilan tertentu lainnya.

Pengecualian Obyek Pajak  Penghasilan
Yang tidak termasuk obyek pajak penghasilan adalah :
1.                  a.   Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat     yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah;
b.  Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannyadiatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Sepanjang  tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penggunaan diantara pihak-pihak yang berkepentingan.
2.      Warisan;
3.      Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai penggantian saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
4.      Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak dan pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajakyang dikenakan  pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam pasal 15
5.      Pembayaran  dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.
6.      Deviden atau bagian laba diterima atau diperoleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia  dengan syarat;
a.    Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan.
b.   Bagi Perseroan Terbatas, BUMN/BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di kepemilikan saham tersebut.
7.      Iuran yang diterima atau diperoleh dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
8.      Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
9.      Bagian  laba yang diterima atau diperoleh anggota dari Perseroan Komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk  pemegang unit  penyertaan kontrak investasi  kolektif;
10.  Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia  dengan syarat badan pasangan usaha tersebut adalah;
·      Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan disektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
·      Sahamnya tidak diperdagangkan dibursa efek di Indonesia.
11.  Beasiswa yang  memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
12.  Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan  dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembanga, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
13.  Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuanya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

5.      Biaya Dalam Pajak Penghasilan
Biaya adalah pengorbanan yang dinyatakan dalam rupiah untuk memperoleh barang dan jasa.
Biaya yang diperkenankan dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak badan dan Bentuk Usaha Tetap adalah:
·         Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan termasuk :
Biaya yang langsung atau tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
biaya pembelian bahan; biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan  yang diberikan dalam bentuk uang; bunga, sewa, royalty; biaya perjalanan,; biaya pengolahan limbah; premi asuransi, biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan biaya administrasi; dan  pajak kecuali pajak penghasilan;
·         Penyusutan  atau pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak  dan atas biaya lain yang mempunyai  masa manfaat lebih dari satu tahun.
·         Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
·         Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang memiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
·         Kerugian dari selisih kurs mata uang asing
·         Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
·         Biaya bea siswa, magang dan pelatihan.
·         Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat;
-       Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial.
-       Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktur Jenderal  Pajak
-       Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi  pemerintah yang  menagani piutang Negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan uatang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur  bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
-       Syarat sebagaimana yang dimaksud  pada tersebut diatas tidak berlaku untuk penghapusan  piutang tidak tertagih  debitur kecil yang pelaksanaanya diatur  lebih lanjut  dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
·         Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional  yang ditetapkan  dengan Peraturan Pemerintah;
·         Sumbangan dalam rangka penelitian  dan pengembangan  yang dilakukan di Indonesia   yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
·         Biaya  pembangunan infrastruktur  social yang ketentuannya diatur dengan peraturan Pemerintah;
·         Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
·         Sumbangan dalam rangka pebinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 
6.      Penyusutan
1.      Pengertian penyusutan merupakan  proses alokasi sebagian harga perolehan aktiva menjadi biaya sehingga biaya tersebut mengurangi laba usaha.
2.      Biaya penyusutan adalah biaya yang bukan merupakan biaya yang dikeluarkan kas. Penyusutan dilakukan sebab masa manfaat dan potensi aktiva yang dimiliki  semakin berkurang.
3.      Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki  untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, dengan suatu manfaat yang lebih dari satu tahun, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna dan hak pakai.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan  dalam menentukan besarnya biaya penyusutan adalah : saat dimulainya penyusutan, metode penyusutan, kelompok masa manfaat dan tarif penyusutan, dan cara menghitung penyusutan untuk golongan bangunan dan bukan bangunan.
a.      Saat Dimulainya Penyusutan
      Penyusutan  dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dihitung mulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Dirjen Pajak wajib pajak diperkenankan  melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
b.      Metode Penyusutan
       Metode penyusutan yang diperbolehkan adalah:
1.      Metode Garis Lurus atau  straight line method
Yaitu metode dimana biaya  penyusutan aktiva atau harta dialokasikan ke tiap-tiap tahun dengan jumlah yang sama besarnya selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut.
Untuk harta berwujud  bangunan  wajib pajak hanya dapat menggunakan metode garis lurus .
Ciri-ciri metode garis lurus adalah penyusutan dihitung dari harga perolehan, besarnya penyusutan setiap tahun sama, dan penyusutan dapat habis.
Contoh  :
Sebuah gedung dengan harga perolehan Rp. 100.000.000 dan masa manfaat 20 tahun, penyusutan setiap tahunnya adalah sebesar Rp. 5.000.000 yaitu (Rp.100.000.000 : 20).
Besarnya penyusutan setiap tahun dapat terlihat pada tabel berikut ini:

Tahun ke
Penyusutan
Nilai sisa buku
1
Rp.5.000.000
Rp.95.000.000
2
Rp.5.000.000
Rp.90.000.000
3
Rp.5.000.000
Rp.85.000.000
Dst


20
Rp.5.000.000
0


2.      Metode Saldo Menurun atau  Declining Balance Method
Yaitu metode dimana biaya penyusutan harta setiap tahun semakin kecil atau menurun dengan tarif yang sama besarnya. Tarif pajak dalam metode ini ditentukan terlebih dahulu dan besarnya sama untuk setiap pajak.
Ciri-ciri  metode saldo menurun adalah  penyusutan dihitung dari nilai sisa buku, besarnya penyusutan setiap tahun semakin kecil, dan penyusutan tidak bisa habis kecuali harta yang bersangkutan dijual.
Contoh:
Sebuah mesin dibeli dan ditempatkan pada bulan januari 2007 dengan harga perolehan Rp.150.000.000. Masa manfaat mesin tersebut adalah 4 tahun. Dengan metode saldo menurun maka tarif penyusutannya adalah 50% setahun. Maka besarnya penyusutan setiap tahun dapat dilihat pada table berikut ini :
Tahun
Tarif
Penyusustan
Nilai Sisa Buku



Rp. 150.000.000
2007
50%
Rp.75.000.000
Rp.  75.000.000
2008
50%
Rp.37.500.000
Rp.  37.500.000
2009
50%
Rp.18.750.000
Rp.  18.750.000
2010
50%
Rp.18.750.000
Disusutkan sekaligus

           






c.       Kelompok  Masa Manfaat dan Tarif  Penyusutan
Besarnya penyusutan suatu harta berwujud dipengaruhi oleh metode yang    digunakan, besarnya harga perolehan harta berwujud dan masa manfaat dari harta   perolehan tersebut. Masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud diatur
sebagai berikut:

Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan
Garis Lurus
Saldo Menurun
1.Bukan Bangunan:
Kelompok  I
Kelompok  II
Kelompok  III
Kelompok  IV
II. Bangunan
Permanen
Tidak Permanen


s/d 4   Tahun
4-8     Tahun
8-16   Tahun
16-20 Tahun

20     Tahun
10     Tahun


25%
12,5%
6.25%
5%

5%
10%


50%
25%
12,5%
10%

-
-


     Keterangan :     Bangunan ditentukan dari nilai perolehan
                                        Bukan Bangunan ditentukan dari nilai buku
           
d.      Cara Menghitung Penyusutan untuk Golongan Bangunan dan Bukan Bangunan.
Dalam akuntansi ada empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam perhitungan besarnya biaya penyusutan suatu aktiva yaitu:
a.    Nilai Perolehan Aktiva
    Adalah pengeluaran – pengeluaran yang dilakukan sampai aktiva yang bersangkutan siap dijual
b.   Nilai  Residu
    Yaitu nilai  sisa suatu aktiva yang ditaksir pada akhir masa pemakaian aktiva di perusahaan.
c.    Sifat Aktiva
     Sifat dan cara penggunaan aktiva dalam kegiatan usaha sangat berpengaruh pada   penentuan
besarnya biaya penyusutan
Misalnya mesin atau kenderaan bermotor adalah ativa yang sifatnya bergerak Oleh karena itu, cara penyusutannya berbeda dengan penyusutan atas gedung yang  bersifat statis
d.   Umur Aktiva
    Yaitu masa pemakaian aktiva dalam usaha. Umur aktiva dapat dilihat dari    umur       tekhnis dan umur ekonomis.
Umur Tekhnis adalah umur aktiva sesuai dengan criteria tekhnis aktiva. Sedangkan umur ekonomis adalah jangka waktu pemanfaatannya secara ekonomis. Umur ekonomis  bisa lebih pendek dari umur tekhnis, mesin tekhnis diperkirakan dapat berumur 10 tahun.  Jika pada tahun ke 5 mesin tersebut tidak dapat dipergunakan lagi karena ketinggalan zaman, maka umur ekonomisnya menjadi lebih pendek dari pada umur tekhnis.

       Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Adalah  besarnya pengurang yang boleh dilakukan terhadap penghasilan netto, untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) atau pajak yang terutang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan  yang berlaku mulai  Januari tahun 2008 besarnya PTKP adalah :
1.      Rp.24.300.000  untuk diri Wajib Pajak
2.      Rp.  2.025.000  tambahan untuk Wajib Pajak yang sudah kawin
3.      Rp.24.300.000 tambahan untuk seorang isteri yang menerima atau memperoleh penghasilan yang digabung dengan penghasilan suami dengan syarat :
·      Penghasilan isteri tidak semata-mata diterima  dari satu pemberi kerja  yang telah dipotong pajak;
·      Pekerjaan isteri tidak ada hubungan dengan usaha atau pekerjaan  bebas suami atau anggota keluarga lain.
4.  Rp.2.025.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah semenda   dalam garis   keturunan lurus yang menjadi tanggungannya ( meliputi orang tua, mertua, anak    kandung,  anak angkat,  anak tiri) paling banyak 3 orang.
Contoh  perhitungan PTKP untuk status atau kondisi wajib pajak dapat dilihat pada table sebagai berikut:
Status Wajib  Pajak
PTKP  Setahun
Laki-laki/ Wanita : Tidak kawin, tanpa tanggungan (TK/0)
Rp.24.300.000
Laki-laki/ Wanita : Tidak kawin,  tanggungan  1 orang  (TK/1)
Diri WP                        Rp.24.300.000
Tambahan 1   orang      Rp.  2.025.000+
Jumlah                          Rp.26.325.000
Laki-laki/ Wanita : Tidak kawin, tanggungan 2 orang (TK/2)
Diri WP                         Rp.24.300.000
Tambahan 2   orang      Rp.  4.050.000+
Jumlah                           Rp.28.350.000
Laki-laki/ Wanita : Tidak kawin, tanggungan 3 orang, 1anak angkat, 2 orang tua, (TK/3)
Diri WP                         Rp.24.300.000
Tambahan 3   orang      Rp.   6.075.000+
Jumlah                           Rp.30.375.000
Wanita : Kawin, suami mempunyai penghasilan
Diri WP                         Rp.24.300.000
Wanita : Kawin, suami tidak  mempunyai penghasilan dan tanggungan 4 orang anak (K/3)
Diri WP                         Rp .24.300.000
Tambahan WP Kawin   Rp.   2.025.000
Tanggungan3orang        Rp.    6.075.000+
Jumlah                           Rp. 32.400.000
Laki-laki : Kawin,  tanpa tanggungan (K/0)
Diri WP                         Rp .24.300.000
Tambahan WP Kawin   Rp.    2.025.000+
Jumlah                           Rp. 26.325.000
Laki-laki : Kawin,   tanggungan 1 orang anak (K/1)
Diri WP                         Rp .24.300.000
Tambahan WP Kawin   Rp.   2.025.000
Tanggungan 1 orang     Rp.    2.025.000+
Jumlah                           Rp. 28.350.000
Laki-laki : Kawin,   tanggungan 2 orang anak (K/2)
Diri WP                         Rp .24.300.000
Tambahan WP Kawin   Rp.   2.025.000
Tanggungan 2orang      Rp.   4.050.000+
Jumlah                           Rp. 30.375.000
Laki-laki : Kawin,   tanggungan 3 orang anak (K/3)
Diri WP                         Rp .24.300.000
Tambahan WP Kawin   Rp.   2.025.000
Tanggungan 3 orang     Rp.   6.075.000+
Jumlah                           Rp. 32.400.000
Laki-laki : Kawin,  penghasilan isteri digabung tanpa tanggungan (K/i/0)
Diri WP                         Rp .24.300.000
Tambahan WP Kawin   Rp.   2.025.000
Tambahan PTKP isteri  Rp. 24.300.000+
Jumlah                           Rp. 50.625.000
Laki-laki : Kawin,  penghasilan isteri digabung dengan tanggungan  1 orang anak (K/i/1)
Diri WP                        Rp .24.300.000
Tambahan WP Kawin  Rp.   2.025.000
Tambahan PTKP isteri Rp. 24.300.000
Tanggungan 1 orang     Rp.   2.025.000+
Jumlah                          Rp. 52.650.000
Laki-laki : Kawin,  penghasilan isteri digabung dengan tanggungan  2 orang anak (K/i/2)
Diri WP                        Rp .24.300.000
Tambahan WP Kawin  Rp.   2.025.000
Tambahan PTKP isteri Rp. 24.300.000
Tanggungan 2 orang     Rp.   4.050.000+
Jumlah                           Rp. 54.675.000
Laki-laki : Kawin,  penghasilan isteri digabung dengan tanggungan  3 orang anak (K/i/3)
Diri WP                         Rp .24.300.000
Tambahan WP Kawin   Rp.   2.025.000
Tambahan PTKP isteri  Rp. 24.300.000
Tanggungan 3 orang     Rp.   6.075.000+
Jumlah                           Rp. 56.700.000

Tarif Pajak  dan Cara Perhitungan Pajak Penghasilan
    1. Tarif Pajak Penghasilan
Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk  menghitung besarnya pajak penghasilan.
Tarif   Pajak penghasilan untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri dalam  UU PPh 2008 Pasal 17 adalah

            Lapisan Penghasilan Kena pajak
Tarif   Pajak
Sampai Dengan  Rp. 50.000.000
5%
Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 250.000.000
15%
Diatas  Rp. 250.000.000 s/d Rp.500.000.000
25%
Diatas  Rp 500.000.000
30%
                 
     Contoh:
No.
Jumlah PKP
Tarif yang digunakan dan cara perhitungannya
1.
Rp. 40.000.000
5% x Rp. 40.000.000         = Rp. 2.000.000
2.
Rp. 100.000.000
5%   x Rp. 50.000.000       = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 50.000.000       = Rp. 7.500.000+  
 Jumlah pajak terutang       = Rp10.000.000
3.
Rp. 260.000.000
5%   x Rp.   50.000.000    = Rp.   2.500.000
15% x Rp. 200.000.000    = Rp. 30.000.000
25% x Rp     10.000.000   = Rp.   2.500.000+
   Jumlah pajak terutang    =  Rp.35.000.000
4
Rp. 700.000.000
5%   x Rp.   50.000.000    = Rp.   2.500.000
15% x Rp. 200.000.000    = Rp. 30.000.000
25% x Rp  250.000.000    = Rp. 62.500.000
30%  x Rp.200.000.000   =  Rp. 60.000.000+
    Jumlah pajak terutang  =  Rp155.000.000
                       
Sedangkan untuk Tarif  Pajak Penghasilan  untuk Wajib Pajak  Badan Dalam Negeri dan Bentuk  Usaha   Tetap yaitu: 25%


    1. Cara Perhitungan Pajak Penghasilan
Perhitungan Pajak Penghasilan terdiri dari
1.      Wajib Pajak  badan;
2.      Wajib Pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan
3.      Wajib Pajak orang pribadi yang menggunakan norma perhitungan;
4.      Wajib Pajak bentuk usaha tetap;
5.      Wajib Pajak orang pribadi  yang kewajiban pajak subyektifnya hanya meliputi sebagian Tahun Pajak.
        
1.      Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan.
            Wajib Pajak badan diwajibkan untuk melakukan pembukuan dengan cara-cara yang telah ditetapkan dalam KUP. Oleh karena itu setiap wajib pajak badan  harus menghitung PKP dengan metode pembukuan.
            PKP  Wajib Pajak badan =  Penghasilan bruto dikurangi  dengan pengurang yang diperkenankan dan kompensasi kerugian.
            Penghasilan  bruto dikurangi dengan biaya yang diperkenankan disebut sebagai penghasilan neto. Apabila terdapat sisa rugi tahun sebelumnya  yang masih dapat dikompensasikan , maka PKP merupakan penghasilan neto dikurangi kompensasi kerugian.
            Contoh  1
            Penjualan Bruto                                                                               Rp.990.000.000
             Retur Penjualan                                                                               Rp. 50.000.000 (-)
             Potongan Penjualan                                                                         Rp. 40.000.000 (-)  
             Penjualan Netto                                                                              Rp.900.000.000   
             Biaya untuk mendapatkan,menagih dan  memelihara penghasilan      Rp.600.000.000(-)                   Laba Usaha                                                                                     Rp 300.000.000
             Penghasilan dari luar usaha                                                              Rp.25.000.000 (+)
            Biaya-biaya usaha                                                                           Rp. 15.000.000 (-)
             Penghasilan Netto                                                                           Rp.310.000.000 
             Kompensasi Kerugian(bila ada)                                                       Rp. 50.000.000 (-)
            Penghasilan netto setelah kompensasi   kerugian/PKP                       Rp.260.000.000
            Maka  Pajak Penghasilan yang terutang  :
            25% x Rp. 260.000.000 =  Rp. 72.800.000
                                     
2.      Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak  bagi Wajib pajak Orang  Pribadi        yang   menggunakan Pembukuan.
Perhitungan Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi sama  dengan Wajib Pajak Badan tetapi masih dikurangi lagi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
                       
Contoh  2.
  Peredaran Bruto                                                                            Rp.650.000.000
  Biaya untuk mendapatkan,menagih,dan memelihara penghasilan      Rp.425.000.000(-)
  Laba Usaha                                                                                   Rp.225.000.000
  Penghasilan lainnya                                                                        Rp.10.000.000 (+)
  Biaya untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan  Rp.    6.000.000  (-)
  Penghasilan netto                                                                           Rp229.000.000
  PTKP (K/2)                                                                                  Rp. 28.375.000(-)
  Penghasilan Kena Pajak                                                                 Rp.200.625.000
  Kompensasi Kerugian(bila ada)                                                      Rp. 10.000.000 (-)
            Penghasilan Kena Pajak setelah kompensasi  kerugian                      Rp.190.625.000              
            Maka  Pajak  Penghasilan yang terutang :
              5%   x  Rp.  50.000.000    =  Rp.   2.500.000
              15% x Rp. 140.625.00      =  Rp. 21.093.750+
              Jumlah pajak terutang      =  Rp. 23.593.750 pembulatan = Rp. 23.594.000
                                  
3.      Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang  menggunakan Norma Perhitungan.
Pada dasarnya  semua wajib pajak harus menyelenggarakan pembukuan. Namun disadari bahwa tidak semua wajib pajak mampu menyelenggarakan pembukuan. Oleh karena itu, bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas  dengan peredaran tertentu, tidak diwajibkan untuk meyelenggarakan pembukuan. Dirjen pajak menerbitkan suatu pedoman  untuk menentukan besarnya peredaran bruto dan besarnya penghasilan neto yang disebut dengan Norma Perhitungan.
Penggunaan Norma Perhitungan tersebut pada  dasarnya dilakukan dalam hal:
1.         Tidak terdapat dasar perhitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap; atau
2.         Pembukuan atau catatan peredaran bruto wajib pajak ternyata diselenggarakan secara tidak benar.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menghitung besarnya Penghasilan Kena pajak berdasarkan Norma Perhitungan, yaitu :
a.       Norma perhitungan Penghasilan Netto  hanya boleh digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang peredaran brutonya kurang dari Rp 4.800.000.000  setahun.
b.      Wajib Pajak  orang pribadi tersebut harus memberitahukan kepada Dirjen pajak dalam jangka waktu  3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan;
Wajib Pajak orang pribadi tersebut wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya. Apabila wajib pajak orang pribadi  yang berhak, bermaksud untuk menggunakan norma perhitungan penghasilan netto, tetapi tidak memberitahukan kepada Dirjen pajak dalam jangka waktu yang ditentukan, maka wajib pajak tersebut dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
       
Contoh  3
            Peredaran usaha                                                                      Rp. 400.000.000
            Penghasilan Netto adalah=
            20%  x Rp. 400.000.000                                                         Rp.   80.000.000
            Penghasilan netto lainnya                                                       Rp.     5.000.000   (+)
            Jumlah seluruh penghasilan neto                                             Rp.   85.000.000
            PTKP( K/3)                                                                             Rp.   32.400.000  (-)
            Penghasilan Kena Pajak                                                          Rp.   62.600.000
Maka  Pajak     Penghasilan  yang terutang :
        5%   x  Rp. 50.000.000     =  Rp.  2.500.000
        15% x  Rp. 12.600.000     =  Rp . 1.890.000
                                                      Rp.  4.390.000

4.      Cara  Menghitung  Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak  Bentuk Usaha  Tetap.
           Cara menghitung Penghasilan kena pajak bagi wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia  sama cara menghitung Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib pajak badan dalam negeri. Oleh karena itu bentuk usaha tetap berkewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan, maka Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan perhitungan berdasarkan pembukuan.
           
            Contoh  4
            Peredaran Bruto                                                                              Rp700.000.000
            Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan      Rp.475.000.000 (-)
            Laba usaha                                                                                     Rp. 225.000.000
            Penghasilan Bunga                                                                          Rp. 10.000.000 (+)
            Penjualan langsung  barang oleh kantor pusat yang sejenis
dengan barang yang dijual BUT                                                       Rp.200.000.000 (+)
            Biaya untukmendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan       Rp150.000.000 (-)
            Deviden yang diterima kantor pusat yang
            mempunyai hubungan efektif dengan BUT                                       Rp.     2.000.000 (+)
                                                                                                                   Rp. 287.000.000
            Biaya –biaya                                                                                  Rp.     7.000.000 (-)
            Penghasilan Kena Pajak                                                                 Rp. 280.000.000
Maka  perhitungannya sebagai berikut;
               25% x 50% Rp. 280.000.000   =  Rp. 35.000.000

5.      Cara  Menghitung  Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang   Pribadi  yang Kewajiban Pajak Subyektifnya sebagai Subyek Pajak Dalam Negeri adalah Dalam Bagian Tahun Pajak.
Dapat terjadi kemungkinan bahwa orang pribadi menjadi subyek pajak tidak dalam  jangka waktu satu tahun pajak penuh, misalnya orang pribadi  yang menjadi subyek pajak pada pertengahan tahun pajak atau yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya pada pertengahan tahun pajak. Jangka waktu kurang dari 1 tahun pajak tersebut dinamakan “bagian tahun pajak”  yang menggantikan tahun pajak.
            Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam suatu bagian tahun pajak tersebut, dihitung berdasarkan penghasilan neto yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak yang disetahunkan.
           
Contoh  5
            Tuan A (tidak kawin). Kewajiban  pajak subyektif sebagai subyek pajak dalam negeri  adalah  3 bulan, dan dalam jangka waktu tersebut memperoleh penghasilan sebesar  Rp.10.000.000, maka perhitungan Penghasilan Kena  Pajak adalah:
            Penghasilan Tuan A  selama 3 bulan                                       Rp.  10.000.000
            Penghasilan setahun adalah :    360  x   Rp.  10.000.000   =  Rp.  40.000.000
                                                            3 x 30
            PTKP (WP)                        =                                                    Rp.  24.300.000 (-)
            Penghasilan Kena Pajak    =                                                     Rp.  15.700.000
            Maka  Pajak Penghasilan yang terutang :
               5%   x  Rp. 15.700.000        =  Rp.  785.000      

     Pajak Penghasilan Pasal 21
     Pajak penghasilan Pasal 21 atau disebut PPh  Pasal 21, merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Pembayaran PPh ini dilakukan dalam tahun berjalan melalui pemotongan oleh pihak-pihak tertentu. Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaopran PPh pasal 21 adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pension, badan perusahaan, dan penyelenggara kegiatan

     Contoh  1. Perhitungan PPh 21 atas Pegawai tetap dengan gaji bulanan

Aris ( menikah dengan 2 orang anak) bekerja pada PT Maju  Bersama, memperoleh gaji sebulan  Rp. 7.500.000, tunjangan makan  sebulan Rp. 2.500.000 dan tunjangan transport Rp.2.000.000/bulan PT Maju Bersama mengikuti program Jamsosetek, premi jaminan kecelakaan keja dan premi jaminan kematian dibayarkan oleh pemberi kerja sebulan masing-masing 3% dan 1,5% dari gaji pokok. PT Maju Bersama  menanggung  iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan  3,7% dari gaji pokok., Aris membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji pokok  setiap bulannyadan membayar iuran pensiun sebesar  Rp. 62.000  sebulan.

Perhitungan PPh Pasal 21 adalah :
Gaji                                                                                      Rp. 7.500.000
Tunjangan makan                                                                  Rp  2.500.000
Tunjangan transport                                                               Rp. 2.000.000
Iuran premi asuransi kecelakaan kerja 3% x 7.500.00=         Rp.    225.000
Iuran premi asuransi kematian1,5% x Rp.7.500.000=            Rp.    112.500(+)
Jumlah penghasilan bruto                                                        Rp.12.337.500
Pengurangan :
            Biaya jabatan = 5%  x  Rp. 12.337.500          =  Rp.  616.875
            Batas maksimal                                               =  Rp.  500.000
            Iuran Pensiun                                                  =  Rp.   62.000 (+)
                                                                                                          Rp.     562.000 (-)
Penghasilan netto                                                                    Rp.  11.775.500
Penghasilan netto setahun  12  x Rp. 11.775.500                     Rp 141.306.000
            PTKP (K/2)                                                                             Rp.  30.375.000 (-)
            Penghasilan Kena Pajak setahun                                             Rp.110.931.000         
            PPh  Pasal 21 terutang ;
            5%    x Rp.  50.000.000 = Rp.    2.500.000
            15% x Rp.   60.931.000 = Rp.    9.139.650(+)
            Jumlah pajak terutang  =  Rp.  11.639.650
            PPh  Pasal 21 sebulan :
            Rp. 11.639.650   :   12   = Rp.969.970  dibulatkan Rp. 970.000

Apabila contoh data tersebut wajib pajak tidak memiliki NPWP maka perhitungan pajak terhutang sebagai berikut:
5%   x 120% x  50.000.000 = Rp.   3.000.000
15% x 120% x 61.931.000  = Rp. 11.147.580+
Maka jumlah terutang           = Rp. 14.147.580
PPh pasal 21 sebulan = Rp. 14.147.580 /12 = Rp. 1.178.965 = 1.179.000

Contoh 2 Pegawai Tetap dengan Gaji Bulanan dan Bonus

Saptono (K/4) mempunyai NPWP bekerja pada PT Tri Jaya dengan memperoleh gaji sebulan  Rp.6.000.000.perusahaan memberikan tunjangan  jabatan Rp. 3.000.00/bulan, tunjangan keluarga Rp. 1.500.000. PT Tri Jaya rmengikuti program Jamsosetek, premi jaminan kecelakaan keja dan premi jaminan kematian dibayarkan oleh pemberi kerja sebulan masing-masing 3% dan 1,5% dari gaji pokok. PT Tri Jaya  menanggung  iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan  3,7% dari gaji pokok., Saptono membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji pokok  setiap bulannyadan membayar iuran pensiun sebesar  Rp. 100.000  sebulan.
Saptono menerima bonus sebesar Rp. 10.000.000,

a.      Perhitungan PPh pasal 21 atas Gaji dan Bonus
Gaji setahun                12  x  Rp.  6.000.000                           Rp. 72.000.000
Tunjangan Jabatan      12  x Rp.   3.000.000                          Rp. 36.000.000
Tunjangan Keluarga    12  x Rp.   1.500.000                          Rp. 18.000.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja 3%    x Rp.72.000.000      Rp.   2.160.000
Premi Asuransi Kematian                    1,5% x Rp.72.000.000Rp.   1.080.000
Bonus                                                                                      Rp  10.000.000  +
Penghasilan Bruto setahun                                                         Rp139..240.000
Pengurangan
Biaya jabatan                = 5% x Rp. 139.240.000  =   Rp. 6.962.000
Batas maksimal                                                           Rp. 6.000.000
Iuran pensiun  = 12 x Rp. 100.000                             Rp. 1.200.000
Iuran JHT = 2% x Rp. 72.000.000                              Rp. 1.440.000+          
Jumlah pengurangan                                                               Rp.    8.640.000 -
Penghasilan neto setahun                                                        Rp.130.600.000
PTKP                                                                                    Rp.  32.300.000 -
Penghasilan Kena Pajak                                                          Rp.  98.300.000
PPh Pasal 21 :
5%    x  Rp. 50.000.000          = Rp. 2.500.000
15%  x  Rp. 48.300.000          = Rp. 7.245.000+
                                                = Rp 9.745.000

b.      Perhitungan PPh pasal 21 atas Gaji
Gaji setahun                12  x  Rp.  6.000.000                         Rp. 72.000.000
Tunjangan Jabatan      12  x Rp.   3.000.000                          Rp. 36.000.000
Tunjangan Keluarga    12  x Rp.   1.500.000                          Rp. 18.000.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja 3%    x Rp.72.000.000     Rp.   2.160.000
Premi Asuransi Kematian 1,5% x Rp.72.000.000                  Rp.   1.080.000+
Penghasilan Bruto setahun                                                      Rp129..240.000
Pengurangan
Biaya jabatan                = 5% x Rp. 129.240.000   = Rp. 6.462.000
Batas maksimal                                                          Rp. 6.000.000
Iuran pensiun  = 12 x Rp. 100.000                             Rp. 1.200.000
Iuran JHT = 2% x Rp. 72.000.000                             Rp. 1.440.000+          
Jumlah pengurangan                                                               Rp.    8.640.000 -
Penghasilan neto setahun                                                        Rp.120.600.000
PTKP                                                                                    Rp.  32.400.000 -
Penghasilan Kena Pajak                                                         Rp.  88.200.000
PPh Pasal 21 :
5%    x  Rp. 50.000.000    = Rp. 2.500.000
15%  x  Rp.38.200.000     = Rp. 5.730.000+
                                          = Rp. 8.230.000

c.       Perhitungan PPh 21 atas Bonus
PPh 21 atas gaji dan bonus                 Rp.   9.745.000
PPh 21 atas gaji                                   Rp.   8.230.000(-)
                                                            Rp.   1.515.000                                               .

3 komentar:

  1. MOHON INFO BAGAIMANA CARA MENGISI APT TAHUNAN UNTUK SEORANG AGEN ASURANSI DENGAN PENGHASILAN BRUTO SATU TAHUN 635,219,397
    ?

    DI TUNGGU JAWBANNYA TERIMA KASIH

    BalasHapus
  2. Sedia berbagai Software Untuk Pemda salah satunya sistem informasi PBB online, untuk preview bisa langsung demo di website kami, Kunjungi www.aplikasipemda.com

    BalasHapus