Selasa, 15 November 2016

PPh Wajib Pajak Badan



Menyajikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
                                                       Tujuan Pemelajaran
            Pada akhir pemelajaran peserta didik dapat:
1.        Menjelaskan laporan keuangan dan rekonsiliasiasi fiskal
2.        Menjelaskan subyek pajak  dan Obyek  Pajak Badan dan Pengecualiannya
3.        Menjelaskan Pengurangan  dalam PPh  Wajib Pajak Badan
4.        Menghitung PPh Wajib Pajak Badan
5.        Mengisi SPT Tahunan  PPh Wajib Pajak Badan (1771)



                                                              Uraian materi  


A.          Laporan Keuangan dan Rekonsiliasi Fiskal
Laporan keuangan dan rekonsiliasi fiskal untuk PPh wajib pajak badan  sama dengan PPh wajib pajak orang pribadi yang telah diuraikan pada bab sebelumnya

B.          Subyek dan Obyek Pajak Badan dan pengecualiannya
1.      Subyek PPh Wajib Pajak Badan dan Pengecualiannya
Badan merupakan  sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas(PT), Perseroan Komanditer (CV), Perseroan lainnya, BUMN /D dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi. koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
Dalam pasal 2 UU PPh subyek pajak badan dibagi menjadi  subyek pajak badan dalam negeri dan dubyek pajak badan luar negeri
a.         Subyek pajak badan dalam negeri  adalan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, dimulai  pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, berakhir pada saat badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia
b.        Subyek pajak badan luar negeri adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh  atau menerima penghasilan di Indonesia baik melalui BUT maupun tidak, dimulai secara otomatis pada saat menjalankan usaha melalui BUT ataupun  pada saat menerima dan memperoleh penghasilan, berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha di Indonesia dengan melalui BUT atau tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
Pengecualian subyek pajak badan adalah:
a.       Badan perwakilan negara asing
b.      Organisasi –organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
·      Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
·      Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indoesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
2.      Obyek Pajak Badan
Obyek pajak badan dalam negeri adalah penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan luar Indonesia, sedangkan obyek pajak bagi badan luar negeri adalah penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
Adapun obyek pajak penghasilan badan adalah:
1.      Laba  Usaha
2.      Hadian dari undian atau pekerjaan atau kegiatan , dan penghargaan
3.      Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk:
a.    Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya  sebgai pengganti saham atau penyertaan modal;
b.    Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan  dan badan lainnya;
c.    Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, reorganisasi dengan nama dan bentuk apapun;
d.   Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan , badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuanya diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan  diantara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e.    Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
4.      Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran  tambahan pengembalian pajak
5.        Bunga termasuk premium,diskonto dan imbalan  karena jaminan pengembalian utang.
6.        Dividen,dengan nama dan dalam bentuk apapun  termasuk dividen dari perusahaan asuransi ke pegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
7.        Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
Terbagi atas 3 sehubungan dengan penggunaannya yaitu;
·      Hak atas harta tidak berwujud  ( hak pengarang, patent, merek,dagang dan sebagainya
·      Hak atas harta berwujud ( hak atas alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan)
·      Informasi yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, misalnya pengalaman dibidang industri dan sebagainya.
8.        Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
9.        Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
10.    Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerinta;.
11.    Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
12.    Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
13.    Premi asurasi;
14.    Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
15.    Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
16.    Penghasilan dari  usaha yang berbasis syariah;
17.    Imbalan bunga sebagaimana yang dimaksud  dalam Undang-undang  yang mengatur mengenai  ketentuan umum dan tata cara perpajakan;
18.    Surplus Bank Indonesia

Pengecualian Obyek Pajak Penghasilan Badan
Uraian pengecualian obyek pajak penghasilan badan sama dengan obyek pajak penghasilan pada umumnya  dan telah diuraikan pada bab sebelumnya.

C.          Pengurangan yang diperbolehkan dalam PPh Badan
1.      Pengurangan yang terkait dengan usaha
Uraian materi ini sama dengan dengan PPh wajib pajak orang pribadi
2.      Penyusutan dan Amortisasi Fiskal
a.       Penyusutan
Pengertian penyusutan merupakan  proses alokasi sebagian harga perolehan aktiva menjadi biaya sehingga biaya tersebut mengurangi laba usaha.
Biaya penyusutan adalah biaya yang bukan merupakan biaya yang dikeluarkan kas. Penyusutan dilakukan sebab masa manfaat dan potensi aktiva yang dimiliki  semakin berkurang.
Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki  untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, dengan suatu manfaat yang lebih dari satu tahun, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna dan hak pakai.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan  dalam menentukan besarnya biaya penyusutan adalah : saat dimulainya penyusutan, metode penyusutan, kelompok masa manfaat dan tarif penyusutan, dan cara menghitung penyusutan untuk golongan bangunan dan bukan bangunan.
1.        Saat Dimulainya Penyusutan
Penyusutan  dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dihitung mulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Dirjen Pajak wajib pajak diperkenankan  melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
2.        Metode Penyusutan
          Metode penyusutan yang diperbolehkan adalah:
1.          Metode Garis Lurus atau  straight line method
Yaitu metode dimana biaya  penyusutan aktiva atau harta dialokasikan ke tiap-tiap tahun dengan jumlah yang sama besarnya selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut.
Untuk harta berwujud  bangunan  wajib pajak hanya dapat menggunakan metode garis lurus .
Ciri-ciri metode garis lurus adalah penyusutan dihitung dari harga perolehan, besarnya penyusutan setiap tahun sama, dan penyusutan dapat habis.
Contoh  :
Sebuah gedung dengan harga perolehan Rp. 100.000.000 dan masa manfaat 20 tahun, penyusutan setiap tahunnya adalah sebesar Rp. 5.000.000 yaitu (Rp.100.000.000 : 20).

Besarnya penyusutan setiap tahun dapat terlihat pada tabel berikut ini:
Tahun ke
Penyusutan
Nilai sisa buku
1
Rp.5.000.000
Rp.95.000.000
2
Rp.5.000.000
Rp.90.000.000
3
Rp.5.000.000
Rp.85.000.000
Dst


20
Rp.5.000.000
0








2.      Metode Saldo Menurun atau  Declining Balance Method
Yaitu metode dimana biaya penyusutan harta setiap tahun semakin kecil atau menurun dengan tarif yang sama besarnya. Tarif pajak dalam metode ini ditentukan terlebih dahulu dan besarnya sama untuk setiap pajak.
Ciri-ciri  metode saldo menurun adalah  penyusutan dihitung dari nilai sisa buku, besarnya penyusutan setiap tahun semakin kecil, dan penyusutan tidak bisa habis kecuali harta yang bersangkutan dijual.
Contoh:
Sebuah mesin dibeli dan ditempatkan pada bulan januari 2007 dengan harga perolehan Rp.150.000.000. Masa manfaat mesin tersebut adalah 4 tahun. Dengan metode saldo menurun maka tarif penyusutannya adalah 50% setahun. Maka besarnya penyusutan setiap tahun dapat dilihat pada table berikut ini :
Tahun
Tarif
Penyusustan
Nilai Sisa Buku



Rp. 150.000.000
2007
50%
Rp.75.000.000
Rp.  75.000.000
2008
50%
Rp.37.500.000
Rp.  37.500.000
2009
50%
Rp.18.750.000
Rp.  18.750.000
2010
50%
Rp.18.750.000
Disusutkan sekaligus

           






3.        Kelompok  Masa Manfaat dan Tarif  Penyusutan
Besarnya penyusutan suatu harta berwujud dipengaruhi oleh metode yang    digunakan, besarnya harga perolehan harta berwujud dan masa manfaat dari harta   perolehan tersebut. Masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud diatur sebagai berikut:


Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan
Garis Lurus
Saldo Menurun
1.Bukan Bangunan:
Kelompok  I
Kelompok  II
Kelompok  III
Kelompok  IV
II. Bangunan
Permanen
Tidak Permanen


s/d 4   Tahun
4-8     Tahun
8-16   Tahun
16-20 Tahun

20     Tahun
10     Tahun


25%
12,5%
6.25%
5%

5%
10%


50%
25%
12,5%
10%

-
-












            Keterangan :     Bangunan ditentukan dari nilai perolehan
                                                 Bukan Bangunan ditentukan dari nilai buku
b.      Amortisasi
Pengertian amortisasi adalah pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud. Pengeluaran  lainnya termasuk perpanjangan hak-hak atas tanah yang mempunyai manfaat lebih dari satu tahun diamortisasi  dengan metode garis lurus maupun metode saldo menurun. Dalam metode saldo menurun , nilai buku harta tak berwujud atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus pada akhir masa manfaatnya
Pengelompokkan harta tak berwujud, masa manfaat dan tarif amortisasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Kelompok Harta tak Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Amortisasi
Garis  lurus
Saldo menurun
Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12,5%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6,25%
12,5%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%

Pengeluaran –pengeluaran berikut ini juga diamortisasi sesuai dengan ketentuan kelompok harta tak berwujud, masa manfaat, tarif amortisasi seperti tabel diatas adalah:
1.      pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan yang dibebankan dalam tahun terjadinya pengeluaran.
2.      Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, seperti biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan.

3.        Kompensasi Kerugian
Apabila  jumlah penghasilan bruto setelah dengan biaya-biaya  yang diperkenankan berdasarkan ketentuan perpajakan didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto fiskal   selama 5 tahun berturut-turut  dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
Kompensasi kerugian untuk penamaman modal dibidang perkebunan tanaman keras dan pertambangan di daerah terpencil paling lama 10 tahun, sedangkan di luar daerah terpencil paling lama 8 tahun.
Pengenaan kompensasi kerugian juga diperbolehkan bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
Contoh:
PT Abadi dalam tahun pajak 2007 mengalami kerugian fiskal sebesar rp. 1.200.000.000,00. Dalam  5 tahun berikutnya laba rugi fiskal PT Abadi adalah sebagai berikut:
2008 : laba fiskal Rp. 200.000.000,00
2009 : rugi fiskal Rp. 300.000.000,00
2010 : laba fiskal Rp. 400.000.000,00
2011 : laba fiskal Rp. 800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut:

Rugi Fiskal tahun 2007                              (Rp. 1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2008                               Rp.    200.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2007                         (Rp. 1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2009                               (Rp.    300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2007                         (Rp. 1.300.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2010                               Rp.    400.000.000,00
Sisa rugi tahun 2007                                   (Rp.    900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2011                               Rp.    800.000.000,00
Sisa rugi tahun 2007                                   (Rp.    100.000.000,00)

Rugi fiskal tahun 2007  yang masih tersisa dapat dikompensasikan pada laba tahun pajak 2011.

4.     Kredit Pajak
Kredit pajak adalah pengurang PPh terutang yang merupakan rincian kredit PPh yang dipotong/dipungut pihak lain tidak termasuk yang bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri . Adapun kredit pajak PPh wajib Pajak badan  terdiri dari:
a.    PPh yang ditanggung pemerintah.
Adalah pajak yang terutang dari wajib pajak, yang pembayarannya dilakukan oleh pemerintah bukan oleh wajib pajak, sehingga wajib pajak tidak perlu membayar pajak
b.    PPh Pasal 22
Pembahasan kredit pajak PPh pasal 22 telah dibahas pada bab sebelumnya tentang PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
c.    PPh Pasal 23
Pembahasan kredit pajak PPh pasal 23 telah dibahas pada bab sebelumnya tentang PPh wajib pajak orang pribadi
d.   PPh  Pasal 24
Pembahasan kredit pajak PPh pasal 24 telah dibahas pada bab sebelumnya tentang PPh wajib pajak orang pribadi

5.        Angsuran PPh Pasal 25
Cara perhitungan Angsuran PPh pasal 25 untuk wajib pajak badan tidak berbeda dengan wajib pajak orang pribadi
Beberapa hal yang terkait dengan perhitungan angsuran PPh pasal 25 untuk wajib pajak badan dalam hal sebagai berikut:
a.       PPh pasal 25 untuk masa sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPH WP Badan.
Pada umumnya dasar perhitungan angsuran PPh pasal 25 adalah hasil perhitungan SPT Tahunan PPh  tahun sebelumnya, apabila SPT Tahunan di laporkan (misalnya tanggal 30 April). Dengan demikian perhitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari, Pebruari, dan Maret belum dapat diketahui pada tanggal 15 Pebruari, 15 Maret, 15 April (saat pembayaran). Maka dengan itu jumlah angsuran PPh Pasal 25 untuk masa tersebut besarnya sama dengan jumlah angsuran PPH pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya (misalnya bulan Desember)
b.      PPh pasal 25 untuk wajib pajak baru
Bagi wajib pajak baru yang mulai menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam tahun pajak berjalan, penentuan besarnya angsuran Pph pasal 25 didasarkan atas kenyataan usaha dan besarnya dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas)

D.           Menghitung Pajak Penghasilan Wajib Pajak  Badan
PPh Wajib pajak badan dihitung  berdasarkan tarif pasal 17 UU PPh dikalikan dengan penghasilan neto setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian. Tarif pajak sesuai dengan Pasal 17 UU PPh adalah 25%
Untuk Peredaran bruto  kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta  rupiah) maka perhitungan pajak terutang  pengenaan tarifnya  menjadi 25% x 50% x Penghasilan Kena Pajak
Untuk peredaran bruto lebih dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) maka perhitungan pajak terutang  pengenaan tarifnya adalah 25% x  Penghasilan Kena Pajak

Adapun skema dalam perhitungan PPh Wajib Pajak Badan  dapat dirinci sebagai berikut:
Penghasilan neto fiskal                                                                          xxxxx
Kompensasi kerugian                                                                            (xxxx)
Penghasilan Kena Pajak                                                            xxxxx
PPh terutang (tarif Pasal 17 UU PPh x PKP)
25%   x  50%  x  XXXXX                                                                   xxxxxx
PPh ditanggung pemerintah                                                                 (xxxxx)
Kredit Pajak (PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain )
Kredit pajak dalam negeri
-            PPh Pasal 22           = xxxxxx
-            PPh Pasal 23           = xxxxxx
Kredit pajak luar negeri
-            PPh Pasal 24           = xxxxxx+
Jumlah  PPh yang dipotong/dipungut pihak lain                                   (xxxxxxx)
PPh yang harus dibayar sendiri                                                             xxxxxxx
PPh pasal 25 Bulanan                                                                            (xxxxxxx)
PPh kurang/lebih bayar (PPh Pasal 29/28)                                            xxxxxxx
Angsuran PPh pasal tahun pajak berikutnya :  1/12 x PPh yang harus dibayar sendiri

Latihan Studi Kasus
PT Mentari Jaya  adalah perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan yang berkedudukan di Jalan Patimura 12 Jakarta Telp/fax 021- 678345, NPWP. 01.333.444.1.001.000 Pimpinan Drs. Akbar Maulana Alamat Jl. Kenari No 5 Telp. 021-876543 Jakarta KLU 23456. Berikut  ini adalah Laba Rugi Komersial PT Mentari Jaya tahun buku 2011 :

PT MENTARI JAYA
LAPORAN LABA RUGI
PERIODE TANGGAL 31 DESEMBER 2011
Usaha Dalam Negeri


Penjualan
    Rp. 20.005.654.000

·      Retun Penjualan
 (  Rp.      954.852.000 )

·      Potongan Penjualan
  ( Rp.      545.987.000 )

Penjualan Netto

  Rp.  18.504.815.000
Harga Pokok Penjualan


Persediaan awal
   Rp.     5.000.000.000

Pembelian
   Rp.   13.000.000.000

Persediaan akhir
   Rp.   (3.345.121.000)

Jumlah HPP

  Rp.   14.654.879.000
Laba Bruto

   Rp    3.849.936.000
Biaya Usaha


·      Gaji,upah,THR,Tunjangan lain
   Rp.    1.551.900.000

·      Alat tulis dan biaya kantor
   Rp.         23.958.000

·      Biaya perjalanan dinas
   Rp.         53.456.000

·      Biaya listerik dan telepon
   Rp.         16.825.000

·      Biaya makan karyawan
   Rp.         36.783.000

·      PBB dan Bea materai
   Rp.         53.726.000

·      Biaya iklan/ promosi
   Rp.       297.285.000   

·      Angsuran PPh pasal 25
   Rp.         60.000.000

·      Biaya representasi
   Rp.         65.789.000

·      Biaya royalty
   Rp.       237.465.000

·      Biayakonsumsi/ penjamuan
   Rp.         12.132.000

·      Biaya sewa
   Rp.       197.958.000

·      Biaya kerugian piutang
   Rp.       105.654.000

·      Biaya penyusutan
   Rp.       169.000.000

·      Biaya lain-lain
   Rp.       293.873.000

Total biaya

(Rp.   3.175.804.000
Laba Usaha

 Rp.      674.132.000
Penghasilan luar usaha:


·      Deviden
   Rp.         40.000.000

·      Sewa
   Rp.         25.000.000

Total penghasilan luar usaha

Rp.        65.000.000
Laba Bersih dalam negeri

Rp.      769.132.000
Usaha di Luar Negeri :


·      Laba usaha dari Canada
   Rp.       200.000.000

·      Bunga Obligasi dari Singapura
   Rp.         50.000.000

Total penghasilan Luar Negeri

    Rp.      250.000.000
Jumlah Laba

    Rp.    989.132.000

A. Informasi yang digunakan sebagai dasar penyesuaian perhitungan laba/rugi fiscal :
1.      Di dalam  gaji, upah, THR dan tunjangan lain terdapat pengeluaran untuk pembelian beras dibagikan kepada karyawan sebesar Rp. 20.365.000 dan biaya pengobatan karyawan sebesar Rp. 5.100.000.
2.      Dalam biaya lain-lain terdapat biaya rekreasi karyawan Rp. 2.652.000
3.      Dalam biaya perjalanan dinas terdapat bukti-bukti pendukung atas nama keluarga pemegang saham sebesar Rp. 596.000.
4.      Pengeluaran berupa biaya representasi sebesar RP. 65.789.000 tidak didukung dengan bukti pengeluaran eksternal.
5.      Biaya royallti sebesar Rp. 237.465.000 yang ada bukti pendukungnya dari pihak eksternal sebesar Rp. 225.353.000.
6.      Piutang yang benar-benar tidak tertagih  dan telah memenuhi syarat untuk di akui sebagai piutang tidak dapat ditagih menurut perpajakan dalam tahun 2011 sebesar Rp. 60.500.000.
7.      Dalam biaya promosi terdapat sumbangan yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan utama perusahaan sebesar Rp. 12.754.000
8.      Pajak sebesar Rp. 60.000.000 merupakan angsuran PPh Pasal 25 bulanan selama tahun 2011
9.      Perusahaan mempunyai aktiva tetap sebagai berikut :
a. Mesin produksi dibeli pada tanggal 1 Januari 2006 seharga Rp. 500.000.000, taksiran umur ekonomis 10 tahun
b. Kenderaan, dibeli pada tanggal 31 Desember 2006 seharga Rp. 400.000.000., taksiran umur ekonomis 10 tahun
a.       Komputer, dibeli pada tanggal 6 Maret 2008 seharga Rp. 300.000.000., taksiran umur ekonomis 5 tahun
b.      Inventaris dibeli pada tanggal 1 Januari 2006 seharga Rp. 200.000.000, taksiran umur ekonomis 8 tahun
c.       Bangunan permanen, selesai dibangun dan siap digunakan pada tanggal 31 Desember 2005 senilai Rp. 600.000.000., taksiran umur ekonomis 20 tahun
Berdasarkan kebijakan perusahaan  mesin produksi mempunyai nilai residu 10% dari harga perolehan, sedangkan aktiva tetap lainnya ditaksir mempunyai nilai residu 20% dari harga perolehan. Menurut fiskal mesin produksi, kenderaan, komputer dan inventaris merupakan aktiva berwujud  kelompok II  dengan  memilih metode garis lurus.
10.  Dalam penjualan tidak memasukkan penjualan kepada karyawaan  sebesar Rp. 20.000.000 yang penagihannya melalui pemotongan gaji setiap bulan.
11.  Penghasilan sewa (dalam penghasilan luar usaha ) sebesar Rp.25.000.000 terdiri sewa bangunan senilai Rp. 5.000.000, sewa atas peralatan pabrik didalam bangunan  tersebut senilai Rp. 12.000.000 dan sewa kenderaan senilai Rp. 8.000.000. Penghasilan sewa diterima dari PT Perdana yang beralamat di Jl.Suprapto 30 Jakarta, NPWP 01.111.222.2.001.000. Sewa tersebut diterima setiap tahun untuk jangka waktu beberapa tahun.
12.  Deviden sebesar Rp. 40.000.000 merupakan dividen kas atas penyertaan saham (20%) Rp. 15.000.000 pada PT Mentari jaya  NPWP 01.333.222 3.541.000 dan deviden kas atas penyerahan saham (30%) pada PT Sinar Selalu sebesar Rp. 25.000.000

            B. Informasi lain yang digunakan sebagai dasar pengisian SPT Tahunan adalah:
1.      PT Mentari Jaya tahun 2011 telah menjual hasil produksinya kepada PT Telkom Jakarta yang beralamat di Jl. Dr. Saharjo No.100 Jakarta  NPWP.01.555.444.6.001.000. Penjualan tersebut senilai Rp. 1.100.000.000 ( harga ini temasuk PPN 10% )
2.      PT Mentari Jaya (importir yang mempunyai API ) mengimpor sebagian bahan baku untuk proses produksi dari Nagayo Jepang dengan harga faktur $ 40.000. Biaya angkut dan biaya asuransi selama perjalanan antar daerah pabean masing-masing $3.000 dan $7.000, bea masuk sebesar 5% dari CIF dan bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs Rp.9.000 per $ 1.
PT Mentari Jaya membayar bea masuk dan PPh Pasal 22 impor kepada       Ditjen Bea  dan Cukai Tanjung Priok yang beralamat di Jl.Pelabuhan No.202     Tanjung   Priok  Jakarta Utara NPWP. 03.445.232.2.001.000
3.      Tarif pajak  atas laba usaha di luar negeri (Canada) adalah 40%
4.      Tarif pajak atas bunga obligasi di Singapura sebesar 25%
5.      Total angsuran PPh pasal 25 tahun 2011 sebesar Rp. 60.000.000 dibayarkan setiap bulan dengan angsuran yang sama dari bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2011
6.      Laba(rugi) fiskal 3 tahun terakhir adalah;
-     Rugi  fiskal tahun 2008 sebesar Rp. 350.000.000
-     Laba fiskal tahun 2009  sebesar Rp. 150.000.000
-     Laba fiskal tahun 2010  sebesar Rp. 100.000.000

Data Pemegang Saham
a.       PT Mentari Jaya 01.333.444.1.001.000,         100.000  lembar saham dengan nominal  per lembar Rp. 7.000
b.      Yudianto  01.555.666.1.001.000 , 50.000 lembar saham dengan nominal per lembar Rp. 7.000
c.       Drs. Akbar Maulana  01. 222.777.1.001.000 , 50.000 lembar saham dengan nominal per lembar Rp. 7.000

Diminta :   a.  Susunlah rekonsiliasi fiskal perhitungan laba rugi
b.  Isilah SPT Tahunan PPh 2011
c.   Isilah surat setoran pajak