Menyajikan Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
Tujuan
Pemelajaran
Pada akhir pemelajaran peserta didik dapat:
1.
Menjelaskan laporan keuangan dan
rekonsiliasiasi fiskal
2.
Menjelaskan subyek pajak dan Obyek Pajak Badan dan Pengecualiannya
3.
Menjelaskan Pengurangan dalam PPh
Wajib Pajak Badan
4.
Menghitung PPh Wajib Pajak Badan
5.
Mengisi SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan (1771)
Uraian materi
A.
Laporan Keuangan
dan Rekonsiliasi Fiskal
Laporan keuangan dan rekonsiliasi fiskal untuk PPh wajib
pajak badan sama dengan PPh wajib pajak
orang pribadi yang telah diuraikan pada bab sebelumnya
B.
Subyek dan Obyek
Pajak Badan dan pengecualiannya
1.
Subyek PPh Wajib Pajak Badan dan Pengecualiannya
Badan merupakan sekumpulan orang atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi
Perseroan Terbatas(PT), Perseroan Komanditer (CV), Perseroan lainnya, BUMN /D
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi. koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
Dalam pasal 2 UU PPh subyek pajak badan dibagi
menjadi subyek pajak badan dalam negeri dan
dubyek pajak badan luar negeri
a.
Subyek pajak badan dalam negeri adalan badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia, dimulai pada
saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, berakhir
pada saat badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia
b.
Subyek pajak badan luar negeri adalah badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh atau menerima penghasilan di Indonesia baik
melalui BUT maupun tidak, dimulai secara otomatis pada saat menjalankan usaha
melalui BUT ataupun pada saat menerima
dan memperoleh penghasilan, berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha di
Indonesia dengan melalui BUT atau tidak lagi menerima atau memperoleh
penghasilan di Indonesia.
Pengecualian
subyek pajak badan adalah:
a.
Badan perwakilan negara asing
b.
Organisasi –organisasi internasional yang ditetapkan
dengan keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
· Indonesia
menjadi anggota organisasi tersebut
· Tidak
menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indoesia
selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran
para anggota.
2.
Obyek Pajak Badan
Obyek pajak badan dalam negeri adalah penghasilan baik
yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan luar Indonesia, sedangkan obyek
pajak bagi badan luar negeri adalah penghasilan yang berasal dari sumber
penghasilan di Indonesia.
Adapun obyek pajak penghasilan badan adalah:
1.
Laba Usaha
2.
Hadian dari undian atau pekerjaan atau kegiatan , dan
penghargaan
3.
Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta
termasuk:
a.
Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebgai
pengganti saham atau penyertaan modal;
b.
Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya;
c.
Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, reorganisasi dengan nama dan
bentuk apapun;
d.
Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan,
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat dan badan keagamaan , badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil yang ketentuanya diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan diantara pihak-pihak yang
bersangkutan; dan
e.
Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan
dalam perusahaan pertambangan.
4.
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak
5.
Bunga
termasuk premium,diskonto dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang.
6.
Dividen,dengan
nama dan dalam bentuk apapun termasuk
dividen dari perusahaan asuransi ke pegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
7.
Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
Terbagi atas 3 sehubungan dengan
penggunaannya yaitu;
·
Hak
atas harta tidak berwujud ( hak
pengarang, patent, merek,dagang dan sebagainya
· Hak
atas harta berwujud ( hak atas alat-alat industri, komersial dan ilmu
pengetahuan)
· Informasi
yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, misalnya pengalaman
dibidang industri dan sebagainya.
8.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
9.
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
10.
Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerinta;.
11.
Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
12.
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
13.
Premi
asurasi;
14.
Iuran
yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
15.
Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak;
16.
Penghasilan
dari usaha yang berbasis syariah;
17.
Imbalan
bunga sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;
18.
Surplus
Bank Indonesia
Pengecualian
Obyek Pajak Penghasilan Badan
Uraian
pengecualian obyek pajak penghasilan badan sama dengan obyek pajak penghasilan
pada umumnya dan telah diuraikan pada
bab sebelumnya.
C.
Pengurangan yang
diperbolehkan dalam PPh Badan
1.
Pengurangan yang terkait dengan usaha
Uraian materi ini sama dengan dengan PPh wajib pajak
orang pribadi
2.
Penyusutan dan Amortisasi Fiskal
a.
Penyusutan
Pengertian penyusutan merupakan
proses alokasi sebagian harga perolehan aktiva menjadi biaya sehingga
biaya tersebut mengurangi laba usaha.
Biaya penyusutan adalah biaya
yang bukan merupakan biaya yang dikeluarkan kas. Penyusutan dilakukan sebab
masa manfaat dan potensi aktiva yang dimiliki
semakin berkurang.
Harta yang dapat disusutkan
adalah harta berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang
dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan, dengan suatu manfaat yang lebih dari satu tahun,
kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna dan hak
pakai.
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menentukan besarnya
biaya penyusutan adalah : saat dimulainya penyusutan, metode penyusutan,
kelompok masa manfaat dan tarif penyusutan, dan cara menghitung penyusutan
untuk golongan bangunan dan bukan bangunan.
1.
Saat
Dimulainya Penyusutan
Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran,
kecuali untuk harta yang
masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dihitung mulai pada bulan selesainya
pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Dirjen Pajak wajib pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai
pada bulan harta tersebut untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
2.
Metode
Penyusutan
Metode
penyusutan yang diperbolehkan adalah:
1.
Metode
Garis Lurus atau straight line method
Yaitu metode dimana biaya penyusutan aktiva atau harta dialokasikan ke
tiap-tiap tahun dengan jumlah yang sama besarnya selama masa manfaat yang
ditetapkan bagi harta tersebut.
Untuk harta berwujud bangunan
wajib pajak hanya dapat menggunakan metode garis lurus .
Ciri-ciri metode garis lurus
adalah penyusutan dihitung dari harga perolehan, besarnya penyusutan setiap
tahun sama, dan penyusutan dapat habis.
Contoh :
Sebuah gedung dengan harga
perolehan Rp. 100.000.000 dan masa manfaat 20 tahun, penyusutan setiap tahunnya
adalah sebesar Rp. 5.000.000 yaitu (Rp.100.000.000 : 20).
Besarnya
penyusutan setiap tahun dapat terlihat pada tabel berikut ini:
Tahun ke
|
Penyusutan
|
Nilai sisa buku
|
1
|
Rp.5.000.000
|
Rp.95.000.000
|
2
|
Rp.5.000.000
|
Rp.90.000.000
|
3
|
Rp.5.000.000
|
Rp.85.000.000
|
Dst
|
||
20
|
Rp.5.000.000
|
0
|
2.
Metode
Saldo Menurun atau Declining Balance
Method
Yaitu metode dimana biaya
penyusutan harta setiap tahun semakin kecil atau menurun dengan tarif yang sama
besarnya. Tarif pajak dalam metode ini ditentukan terlebih dahulu dan besarnya
sama untuk setiap pajak.
Ciri-ciri metode saldo menurun adalah penyusutan dihitung dari nilai sisa buku,
besarnya penyusutan setiap tahun semakin kecil, dan penyusutan tidak bisa habis
kecuali harta yang bersangkutan dijual.
Contoh:
Sebuah mesin dibeli dan
ditempatkan pada bulan januari 2007 dengan harga perolehan Rp.150.000.000. Masa
manfaat mesin tersebut adalah 4 tahun. Dengan metode saldo menurun maka tarif
penyusutannya adalah 50% setahun. Maka besarnya penyusutan setiap tahun dapat
dilihat pada table berikut ini :
Tahun
|
Tarif
|
Penyusustan
|
Nilai Sisa Buku
|
Rp. 150.000.000
|
|||
2007
|
50%
|
Rp.75.000.000
|
Rp. 75.000.000
|
2008
|
50%
|
Rp.37.500.000
|
Rp. 37.500.000
|
2009
|
50%
|
Rp.18.750.000
|
Rp. 18.750.000
|
2010
|
50%
|
Rp.18.750.000
|
Disusutkan sekaligus
|
3.
Kelompok Masa
Manfaat dan Tarif Penyusutan
Besarnya penyusutan suatu harta
berwujud dipengaruhi oleh metode yang
digunakan, besarnya harga perolehan harta berwujud dan masa manfaat dari
harta perolehan tersebut. Masa manfaat
dan tarif penyusutan harta berwujud diatur sebagai berikut:
Kelompok Harta
Berwujud
|
Masa
Manfaat
|
Tarif
Penyusutan
|
|
Garis
Lurus
|
Saldo Menurun
|
||
1.Bukan Bangunan:
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
Kelompok IV
II. Bangunan
Permanen
Tidak Permanen
|
s/d 4 Tahun
4-8 Tahun
8-16 Tahun
16-20 Tahun
20 Tahun
10 Tahun
|
25%
12,5%
6.25%
5%
5%
10%
|
50%
25%
12,5%
10%
-
-
|
Keterangan :
Bangunan ditentukan dari nilai perolehan
Bukan Bangunan ditentukan dari
nilai buku
b.
Amortisasi
Pengertian amortisasi adalah pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta
tidak berwujud. Pengeluaran lainnya
termasuk perpanjangan hak-hak atas tanah yang mempunyai manfaat lebih dari satu
tahun diamortisasi dengan metode garis
lurus maupun metode saldo menurun. Dalam metode saldo menurun , nilai buku
harta tak berwujud atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus pada akhir masa
manfaatnya
Pengelompokkan harta tak berwujud, masa manfaat dan tarif amortisasi dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Kelompok Harta tak Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif Amortisasi
|
|
Garis lurus
|
Saldo menurun
|
||
Kelompok 1
|
4 tahun
|
25%
|
50%
|
Kelompok 2
|
8 tahun
|
12,5%
|
25%
|
Kelompok 3
|
16 tahun
|
6,25%
|
12,5%
|
Kelompok 4
|
20 tahun
|
5%
|
10%
|
Pengeluaran –pengeluaran berikut ini juga diamortisasi
sesuai dengan ketentuan kelompok harta tak berwujud, masa manfaat, tarif
amortisasi seperti tabel diatas adalah:
1.
pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan
modal suatu perusahaan yang dibebankan dalam tahun terjadinya pengeluaran.
2.
Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, seperti biaya studi kelayakan dan
biaya produksi percobaan.
3.
Kompensasi Kerugian
Apabila jumlah penghasilan bruto
setelah dengan biaya-biaya yang
diperkenankan berdasarkan ketentuan perpajakan didapat kerugian, maka kerugian
tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto fiskal selama
5 tahun berturut-turut dimulai sejak
tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
Kompensasi kerugian untuk penamaman modal dibidang perkebunan tanaman keras
dan pertambangan di daerah terpencil paling lama 10 tahun, sedangkan di luar
daerah terpencil paling lama 8 tahun.
Pengenaan kompensasi kerugian juga diperbolehkan bagi wajib pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap.
Contoh:
PT Abadi dalam tahun pajak 2007 mengalami kerugian fiskal sebesar rp.
1.200.000.000,00. Dalam 5 tahun
berikutnya laba rugi fiskal PT Abadi adalah sebagai berikut:
2008 : laba fiskal Rp. 200.000.000,00
2009 : rugi fiskal Rp. 300.000.000,00
2010 : laba fiskal Rp. 400.000.000,00
2011 : laba fiskal Rp. 800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut:
Rugi Fiskal tahun 2007 (Rp.
1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2008
Rp. 200.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2007 (Rp.
1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2009 (Rp. 300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2007 (Rp.
1.300.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2010
Rp. 400.000.000,00
Sisa rugi tahun 2007 (Rp. 900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2011
Rp. 800.000.000,00
Sisa rugi tahun 2007 (Rp. 100.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2007 yang masih
tersisa dapat dikompensasikan pada laba tahun pajak 2011.
4.
Kredit Pajak
Kredit pajak adalah pengurang PPh terutang yang merupakan
rincian kredit PPh yang dipotong/dipungut pihak lain tidak termasuk yang
bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri . Adapun kredit pajak PPh wajib
Pajak badan terdiri dari:
a.
PPh yang ditanggung pemerintah.
Adalah pajak yang terutang dari wajib pajak, yang
pembayarannya dilakukan oleh pemerintah bukan oleh wajib pajak, sehingga wajib
pajak tidak perlu membayar pajak
b.
PPh Pasal 22
Pembahasan kredit pajak PPh pasal 22 telah dibahas pada
bab sebelumnya tentang PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
c.
PPh Pasal 23
Pembahasan kredit pajak PPh pasal 23 telah dibahas pada
bab sebelumnya tentang PPh wajib pajak orang pribadi
d.
PPh Pasal 24
Pembahasan kredit pajak PPh pasal 24 telah dibahas pada
bab sebelumnya tentang PPh wajib pajak orang pribadi
5.
Angsuran PPh Pasal 25
Cara perhitungan Angsuran PPh pasal 25 untuk wajib pajak
badan tidak berbeda dengan wajib pajak orang pribadi
Beberapa hal yang terkait dengan perhitungan angsuran PPh
pasal 25 untuk wajib pajak badan dalam hal sebagai berikut:
a.
PPh pasal 25 untuk masa sebelum batas waktu penyampaian
SPT Tahunan PPH WP Badan.
Pada umumnya dasar perhitungan angsuran PPh pasal 25
adalah hasil perhitungan SPT Tahunan PPh
tahun sebelumnya, apabila SPT Tahunan di laporkan (misalnya tanggal 30
April). Dengan demikian perhitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari,
Pebruari, dan Maret belum dapat diketahui pada tanggal 15 Pebruari, 15 Maret,
15 April (saat pembayaran). Maka dengan itu jumlah angsuran PPh Pasal 25 untuk
masa tersebut besarnya sama dengan jumlah angsuran PPH pasal 25 bulan terakhir
tahun pajak sebelumnya (misalnya bulan Desember)
b.
PPh pasal 25 untuk wajib pajak baru
Bagi wajib pajak baru yang mulai menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan dalam tahun pajak berjalan, penentuan besarnya angsuran Pph
pasal 25 didasarkan atas kenyataan usaha dan besarnya dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12
(dua belas)
D.
Menghitung Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
PPh Wajib pajak badan dihitung berdasarkan tarif pasal 17 UU PPh dikalikan
dengan penghasilan neto setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian. Tarif
pajak sesuai dengan Pasal 17 UU PPh adalah 25%
Untuk Peredaran bruto kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat milyar
delapan ratus juta rupiah) maka perhitungan
pajak terutang pengenaan tarifnya menjadi 25% x 50% x Penghasilan Kena Pajak
Untuk peredaran bruto lebih dari Rp. 4.800.000.000,00
(empat milyar delapan ratus juta rupiah) maka perhitungan pajak terutang pengenaan tarifnya adalah 25% x Penghasilan Kena Pajak
Adapun skema dalam perhitungan PPh Wajib Pajak Badan dapat dirinci sebagai berikut:
Penghasilan neto fiskal xxxxx
Kompensasi kerugian (xxxx)
Penghasilan Kena Pajak xxxxx
PPh terutang (tarif Pasal 17 UU PPh x PKP)
25% x 50%
x XXXXX xxxxxx
PPh ditanggung pemerintah (xxxxx)
Kredit Pajak (PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain
)
Kredit pajak dalam negeri
-
PPh Pasal 22 =
xxxxxx
-
PPh Pasal 23 =
xxxxxx
Kredit pajak
luar negeri
-
PPh Pasal 24 =
xxxxxx+
Jumlah PPh yang dipotong/dipungut pihak lain (xxxxxxx)
PPh yang
harus dibayar sendiri
xxxxxxx
PPh pasal 25
Bulanan (xxxxxxx)
PPh
kurang/lebih bayar (PPh Pasal 29/28)
xxxxxxx
Angsuran PPh pasal tahun pajak berikutnya : 1/12 x PPh yang harus dibayar sendiri
Latihan Studi Kasus
PT Mentari Jaya adalah perusahaan yang bergerak dibidang
perdagangan yang berkedudukan di Jalan Patimura 12 Jakarta Telp/fax 021-
678345, NPWP. 01.333.444.1.001.000 Pimpinan Drs. Akbar Maulana Alamat Jl. Kenari
No 5 Telp. 021-876543 Jakarta KLU 23456. Berikut ini adalah Laba Rugi Komersial PT Mentari Jaya
tahun buku 2011 :
PT MENTARI JAYA
LAPORAN LABA
RUGI
PERIODE TANGGAL 31 DESEMBER 2011
Usaha
Dalam Negeri
|
||
Penjualan
|
Rp. 20.005.654.000
|
|
·
Retun
Penjualan
|
(
Rp. 954.852.000 )
|
|
·
Potongan
Penjualan
|
( Rp.
545.987.000 )
|
|
Penjualan
Netto
|
Rp.
18.504.815.000
|
|
Harga
Pokok Penjualan
|
||
Persediaan
awal
|
Rp.
5.000.000.000
|
|
Pembelian
|
Rp.
13.000.000.000
|
|
Persediaan
akhir
|
Rp.
(3.345.121.000)
|
|
Jumlah
HPP
|
Rp.
14.654.879.000
|
|
Laba
Bruto
|
Rp
3.849.936.000
|
|
Biaya
Usaha
|
||
·
Gaji,upah,THR,Tunjangan lain
|
Rp.
1.551.900.000
|
|
·
Alat tulis dan biaya kantor
|
Rp.
23.958.000
|
|
·
Biaya
perjalanan dinas
|
Rp.
53.456.000
|
|
·
Biaya
listerik dan telepon
|
Rp.
16.825.000
|
|
·
Biaya
makan karyawan
|
Rp.
36.783.000
|
|
·
PBB
dan Bea materai
|
Rp.
53.726.000
|
|
·
Biaya
iklan/ promosi
|
Rp.
297.285.000
|
|
·
Angsuran
PPh pasal 25
|
Rp.
60.000.000
|
|
·
Biaya
representasi
|
Rp.
65.789.000
|
|
·
Biaya
royalty
|
Rp.
237.465.000
|
|
·
Biayakonsumsi/
penjamuan
|
Rp.
12.132.000
|
|
·
Biaya
sewa
|
Rp.
197.958.000
|
|
·
Biaya
kerugian piutang
|
Rp.
105.654.000
|
|
·
Biaya
penyusutan
|
Rp.
169.000.000
|
|
·
Biaya
lain-lain
|
Rp.
293.873.000
|
|
Total biaya
|
(Rp. 3.175.804.000
|
|
Laba
Usaha
|
Rp.
674.132.000
|
|
Penghasilan
luar usaha:
|
||
·
Deviden
|
Rp.
40.000.000
|
|
·
Sewa
|
Rp.
25.000.000
|
|
Total
penghasilan luar usaha
|
Rp. 65.000.000
|
|
Laba
Bersih dalam negeri
|
Rp. 769.132.000
|
|
Usaha
di Luar Negeri :
|
||
·
Laba
usaha dari Canada
|
Rp.
200.000.000
|
|
·
Bunga
Obligasi dari Singapura
|
Rp.
50.000.000
|
|
Total
penghasilan Luar Negeri
|
Rp.
250.000.000
|
|
Jumlah
Laba
|
Rp.
989.132.000
|
A. Informasi yang
digunakan sebagai dasar penyesuaian perhitungan laba/rugi fiscal :
1.
Di
dalam gaji, upah, THR dan tunjangan lain
terdapat pengeluaran untuk pembelian beras dibagikan kepada karyawan sebesar
Rp. 20.365.000 dan biaya pengobatan karyawan sebesar Rp. 5.100.000.
2.
Dalam
biaya lain-lain terdapat biaya rekreasi karyawan Rp. 2.652.000
3.
Dalam
biaya perjalanan dinas terdapat bukti-bukti pendukung atas nama keluarga
pemegang saham sebesar Rp. 596.000.
4.
Pengeluaran
berupa biaya representasi sebesar RP. 65.789.000 tidak didukung dengan bukti
pengeluaran eksternal.
5.
Biaya
royallti sebesar Rp. 237.465.000 yang ada bukti pendukungnya dari pihak
eksternal sebesar Rp. 225.353.000.
6.
Piutang
yang benar-benar tidak tertagih dan
telah memenuhi syarat untuk di akui sebagai piutang tidak dapat ditagih menurut
perpajakan dalam tahun 2011 sebesar Rp. 60.500.000.
7.
Dalam
biaya promosi terdapat sumbangan yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan
utama perusahaan sebesar Rp. 12.754.000
8.
Pajak
sebesar Rp. 60.000.000
merupakan angsuran PPh Pasal 25 bulanan selama tahun 2011
9.
Perusahaan mempunyai aktiva tetap sebagai berikut :
a.
Mesin produksi dibeli pada tanggal 1 Januari 2006 seharga Rp.
500.000.000, taksiran umur ekonomis 10 tahun
b. Kenderaan, dibeli
pada tanggal 31 Desember 2006
seharga Rp. 400.000.000., taksiran umur ekonomis 10 tahun
a.
Komputer, dibeli pada tanggal 6 Maret 2008
seharga Rp. 300.000.000., taksiran umur ekonomis 5 tahun
b.
Inventaris dibeli pada tanggal 1 Januari 2006
seharga Rp. 200.000.000, taksiran umur ekonomis 8 tahun
c.
Bangunan permanen, selesai dibangun dan siap digunakan
pada tanggal 31 Desember 2005 senilai Rp. 600.000.000., taksiran umur ekonomis 20
tahun
Berdasarkan kebijakan perusahaan mesin produksi mempunyai nilai residu 10%
dari harga perolehan, sedangkan aktiva tetap lainnya ditaksir mempunyai nilai
residu 20% dari harga perolehan. Menurut fiskal mesin produksi, kenderaan,
komputer dan inventaris merupakan aktiva berwujud kelompok II dengan memilih metode garis lurus.
10. Dalam
penjualan tidak memasukkan penjualan kepada karyawaan sebesar Rp. 20.000.000 yang penagihannya
melalui pemotongan gaji setiap bulan.
11. Penghasilan
sewa (dalam penghasilan luar usaha ) sebesar Rp.25.000.000 terdiri sewa
bangunan senilai Rp. 5.000.000, sewa atas peralatan pabrik didalam
bangunan tersebut senilai Rp. 12.000.000
dan sewa kenderaan senilai Rp. 8.000.000. Penghasilan sewa diterima dari PT
Perdana yang beralamat di Jl.Suprapto 30 Jakarta, NPWP 01.111.222.2.001.000.
Sewa tersebut diterima setiap tahun untuk jangka waktu beberapa tahun.
12. Deviden
sebesar Rp. 40.000.000 merupakan dividen kas atas penyertaan saham (20%) Rp.
15.000.000 pada PT Mentari jaya NPWP
01.333.222 3.541.000 dan deviden kas atas penyerahan saham (30%) pada PT Sinar
Selalu sebesar Rp. 25.000.000
B. Informasi
lain yang digunakan sebagai dasar pengisian SPT Tahunan adalah:
1.
PT Mentari Jaya tahun 2011 telah menjual hasil produksinya kepada PT Telkom Jakarta
yang beralamat di Jl. Dr. Saharjo No.100 Jakarta NPWP.01.555.444.6.001.000. Penjualan tersebut
senilai Rp. 1.100.000.000 ( harga ini temasuk PPN 10% )
2.
PT Mentari Jaya (importir yang mempunyai API ) mengimpor sebagian bahan
baku untuk proses produksi dari Nagayo Jepang dengan harga faktur $ 40.000.
Biaya angkut dan biaya asuransi selama perjalanan antar daerah pabean
masing-masing $3.000 dan $7.000, bea masuk sebesar 5% dari CIF dan bea masuk
tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs
Rp.9.000
per $ 1.
PT Mentari Jaya membayar bea masuk
dan PPh Pasal 22 impor kepada
Ditjen Bea dan Cukai Tanjung
Priok yang beralamat di Jl.Pelabuhan No.202
Tanjung Priok Jakarta Utara NPWP. 03.445.232.2.001.000
3.
Tarif
pajak atas laba usaha di luar negeri
(Canada) adalah 40%
4.
Tarif
pajak atas bunga obligasi di Singapura sebesar 25%
5.
Total
angsuran PPh pasal 25 tahun 2011
sebesar Rp. 60.000.000
dibayarkan setiap bulan dengan angsuran yang sama dari bulan Maret sampai
dengan bulan Desember 2011
6.
Laba(rugi)
fiskal 3 tahun terakhir adalah;
- Rugi fiskal tahun 2008 sebesar Rp. 350.000.000
- Laba fiskal tahun 2009 sebesar Rp. 150.000.000
- Laba fiskal tahun 2010 sebesar Rp. 100.000.000
Data
Pemegang Saham
a.
PT
Mentari Jaya 01.333.444.1.001.000, 100.000 lembar saham dengan nominal per lembar Rp. 7.000
b.
Yudianto 01.555.666.1.001.000 , 50.000 lembar saham
dengan nominal per lembar Rp. 7.000
c.
Drs.
Akbar Maulana 01. 222.777.1.001.000 ,
50.000 lembar saham dengan nominal per lembar Rp. 7.000
Diminta : a.
Susunlah rekonsiliasi fiskal perhitungan laba rugi
b. Isilah SPT Tahunan PPh 2011
c. Isilah surat setoran pajak